21 March 2011

Pergantian Sistem Informasi Garuda yang Sempat Mengalami Masalah Teknis

PENDAHULUAN
Garuda Indonesia adalah sebuah maskapai penerbangan nasional Indonesia yang memiliki logo burung garuda.
















Garuda Indonesia berawal dari tahun 1940-an, di mana Indonesia masih berperang melawan Belanda. Pada saat itu, Garuda terbang jalur spesial dengan pesawat DC-3.
Tanggal 26 Januari 1949 dianggap sebagai hari jadi maskapai penerbangan ini. Pada saat itu nama maskapai ini adalah Indonesian Airways. Pesawat pertama mereka bernama Seulawah atau Gunung Emas.
Tahun 1960-an adalah masa kemajuan yang pesat maskapai penerbangan ini. Tahun 1965 Garuda memiliki 2(dua) pesawat baru lagi yaitu : Pesawat Jet Convair 990 dan Pesawat Turboprop Lockheed L-118 Electra. Pada tahun 1961 dibuka jalur menuju Bandara Internasional Kai Tak di Hongkong dan tahun 1965 saat era pesawat jet bermunculan, dengan DC-8 Garuda Indonesi membuat jalur penerbangan ke Bandara Schiphol di Haarlemmermeer, Belanda dan Eropa.
Tahun 1970-an Garuda Indonesia membeli Jet kecil DC-9 dan Fokker F28. Saat itu Garuda memiliki 36 pesawat F28 dan merupakan operator pesawat terbesar di dunia untuk jenis pesawat tersebut, sementara pada 1980-an Garuda Indonesia mengadopsi perangkat dari Airbus, seperti A300. Dan juga Boeing 737, juga McDonnell Douglas MD-11.
Dalam tahun 1990-an, Garuda Indonesia mengalami masa-masa sulit, dan maskapai ini mengalami periode resesi ekonomi. Tetapi, dalam tahun 2000-an ini maskapai ini bangkit untuk mengatasi masalah-masalah tersebut sampai pada periode ekonomi yang membaik.
Hingga saat ini, Garuda Indonesia termasuk menjadi salah satu maskapai penerbangan pilihan masyarakat Indonesia, dengan jumlah armada yang cukup besar :
Dengan rute penerbangan domestic sebagai berikut :














Mulai Juni 2009, Garuda Indonesia telah menggunakan livery baru pada beberapa pesawatnya yang terbaru. Beberapa pesawat tersebut telah diperbaharui tampilan eksteriornya dengan livery baru untuk menyegarkan penampilan maskapai Garuda Indonesia.
Kabin pesawat Garuda Indonesia yang baru juga dilengkapi dengan PTV (Personal Television) termasuk "AVOD" ("Audio Video On Demand") pada setiap kursinya, 11 inci untuk kelas bisnis dan 8 inci untuk kelas ekonomi. Warna biru yang dominan pada kursi lama pesawat juga diubah. Warna merah maroon digunakan pada kursi kelas bisnis, sedangkan kombinasi warna coklat tua - coklat muda digunakan pada kursi kelas ekonomi.
Serta rute penerbangan internasional sebagai berikut :






















Mulai Juni 2009, Garuda Indonesia telah menggunakan livery baru pada beberapa pesawatnya yang terbaru. Beberapa pesawat tersebut telah diperbaharui tampilan eksteriornya dengan livery baru untuk menyegarkan penampilan maskapai Garuda Indonesia.
Kabin pesawat Garuda Indonesia yang baru juga dilengkapi dengan PTV (Personal Television) termasuk "AVOD" ("Audio Video On Demand") pada setiap kursinya, 11 inci untuk kelas bisnis dan 8 inci untuk kelas ekonomi. Warna biru yang dominan pada kursi lama pesawat juga diubah. Warna merah maroon digunakan pada kursi kelas bisnis, sedangkan kombinasi warna coklat tua - coklat muda digunakan pada kursi kelas ekonomi.
Serta rute penerbangan internasional sebagai berikut :



















PERMASALAH
Dilihat dari sejarah dan perkembangan Garuda Indonesia, tentu perusahaan maskapai penerbangan ini bukanlah sebuah perusahaan kecil. Maskapai penerbangan ini termasuk maskapai penerbangan skala besar, sehingga sistem yang ditanam juga sangat besar dan memiliki kompleksitas yang tinggi.
Garuda Indonesia senantiasa bergerak menuju perbaikan terus menerus, baik dari sisi manajemen dan juga kebijakan yang diterapkan. Penggunaan teknologi informasi sudah merupakan keharusan jika ingin survive menghadapi persaingan sesama perusahaan maskapai penerbangan baik dari dalam negeri maupun maskapai penerbangan dari luar negeri.
Kepala Komunikasi Perusahaan PT Garuda Indonesia, Bapak Pujobroto, menyatakan bahwa Garuda Indonesia sudah menggunakan untuk sistem berbasis teknologi informasi untuk memantau pergerakan pesawat, awak kabin. Juga memiliki sistem informasi penjadwalan. Beberapa sistem lain juga sudah di-implementasikan dengan melibatkan teknologi informasi. Namun hal tersebut dilakukan masih sendiri-sendiri. Belum terintegrasi atau saling terkait antara data pemantauan pergerakan pesawat, dengan penjadwalan penerbangan, mengaturan sumber daya manusia.
Sistem tersebut kemudian dicoba untuk di-integrasikan dalam sistem kendali terpadu (integrated operational control system/IOCS). Sistem kendali terpadu ini telah diuji coba berkali-kali, dan pada saat persiapan migrasi sudah dilakukan simulasi juga berjalan baik. Pada hari implementasi dilakukan yaitu pada tanggal 18 November 2010, berjalan baik. Tetapi pada tanggal 19 November 2010 tepatnya pada pukul 10, ada muncul permasalahan kecil. Tanggal 20 November 2010 semakin banyak masalah yang muncul dan puncaknya terjadi pada tanggal 21 November 2010, sistem mengalami kelumpuhan total, karena informasi data yang kacau.
"Garuda mengoperasikan 81 pesawat, dengan penerbang 580, dan awak kabin. Setiap minggu ada dua ribu penerbangan," demikian kata Bapak Pujobroto. "Walaupun sudah disiapkan dengan baik, tetapi karena menyangkut banyak data yang kompleks, dalam proses transisi ini ada data yang tidak sinkron dan mengakibatkan informasi yang diterima awak kabin tidak akurat."
Akibat tidak akuratnya informasi yang diterima ini, awak kabin terlambat tiba di bandara sehingga sejumlah penerbangan harus ditunda. "Karena datang terlambat, maka penerbangan tertunda," katanya.
Berikut ini kronologi kekisruhan sistem itu berdasar penjelasan dari EVP Corporate Strategy and IT Sevices PT Garuda Indonesia Elisa Lumbantoruan.
18 November
Sistem baru mulai mengambil alih sistem lama. Sistem lama adalah 3 sistem yang saling berdiri sendiri terdiri dari sistem yang memonitor pergerakan pesawat, sistem yang memonitor pergerakan para awak kabin, dan sistem yang memonitor jadwal penerbangan.
Sistem baru yang diberi nama Integrated Operational Control (IOCS) menyatukan ketiga sistem itu. IOCS hari itu menjadi main sistem, sementara sistem lama menjadi back up. Semua berjalan normal dan tidak ada masalah.
19 November
Sistem masih berjalan normal hingga muncul masalah pada pukul 10.00 WIB. Saat itu, kedua sistem, baik sistem baru maupun sistem lama, tidak bisa diakses selama kurang lebih 4 jam mulai pukul 10.00 WIB – 13.00 WIB. Karena kondisi ini, data dan perubahan baru tidak bisa dicatat ke dalam sistem tersebut. Masalah mulai muncul namun belum terlalu mengganggu.
20 November
Masalah belum terlalu terasa karena jadwal penerbangan telah dikirim beberapa hari sebelumnya. Namun karena perubahan baru tidak bisa dicatat ke dalam sistem, akibatnya keberadaan kru, baik yang sedang off, stand by, maupun on duty tidak tercatat seluruhnya.
21 November
Garuda di puncak masalah, banyak sekali penerbangan yang tidak bisa berangkat karena jadwal kru yang amburadul. Persoalan makin ruwet karena di hari yang sama, Garuda mulai terbang lagi ke Yogyakarta. Saat itu, banyak penumpang yang diinapkan karena tidak bisa terbang. Ratusan penumpang marah-marah di sejumlah bandara.
22 November
Meski belum pulih, Garuda sudah mulai berbenah. Keberangkatan pesawat sudah berangsur-angsur normal. Garuda juga meminta maaf kepada seluruh penumpang. Garuda juga memberi opsi untuk penumpang yang ingin membatalkan penerbangan dengan refund.
Dilihat kronologis permasalahan, maka permasalahan integrasi sistem bisa terjadi secara tidak serta merta. Masalah migrasi dari sistem lama ke sistem baru baru muncul beberapa hari setelah hari H implementasi awal dilakukan. Kejanggalan kecil hari ke 2 implementasi kurang diantisipasi secara sigap dan tuntas.
Boleh jadi maskapai Garuda Indonesia harus membayar mahal terkait rencananya masuk aliansi penerbangan dunia, Global Alliance Sky Team, dengan kejadian yang tidak mengenakan. Diperkirakan menghabiskan Rp 220 juta hanya untuk ganti rugi penumpang, belum lain-lainnya yang tentu tidak kecil, seperti prestise (nama baik) garuda yang susah payah dijaga, juga dipertaruhkan.
Direktur Utama Garuda, Emirsyah Satar mengakui, pihaknya menerapkan Integrated Operational Control System (IOCS), terkait dengan rencananya untuk masuk dalam aliansi tersebut. Untuk menjadi anggota aliansi, sistem penerbangan Garuda harus terkoneksi dengan sistem seluruh anggota Global Alliance Sky Team. Karenanya, sistem tersebut dipasang mulai 18 November lalu.
Sayangnya, sistem pendukung untuk mengantisipasi dalam pemasangan IOCS mengalami penurunan sehingga membuat layanan maskapai pelat merah tersebut jadi terganggu. Namun gangguan ini, menurut Emir, tidak berpengaruh terhadap rencana Garuda masuk ke Global Alliance. "Rencana kita tetap jalan seperti sebelumnya, yaitu melakukan signing dengan anggota Global Alliance lainnya segera," ujar Emir.

BATASAN
Pembahasan kasus proses migrasi Sistem Informasi Manajemen Garuda Indonesia, yang sempat mengalami masalah teknis, hanya akan dibahas dari sisi sistem dan teknologi informasi. Tidak membahas tentang kerugian secara material dan dampak negative pasca kejadian tersebut. Pembahasan lebih terfokus pada bagaimana proses migrasi sistem tersebut dan perkiraan-perkiraan yang bisa dilakukan untuk meminimalkan jika suatu saat akan melakukan implementasi sistem ke arah yang lebih baik.

PEMBAHASAN
Di dalam melakukan implementasi sebuah sistem, banyak hal harus dipersiapkan secara matang. Dalam kasus migrasi sistem lama ke sistem baru yang dilakukan Garuda Indonesia, ada beberapa hal yang perlu dicermati bersama, antara lain :
- Garuda Indonesia telah memiliki sistem informasi manajemen sebelumnya, tetapi masih sendiri-sendiri dan belum terintegrasi menjadi satu sistem.
- IOCS adalah sebuah sistem baru yang terintegrasi untuk memonitor pergerakan pesawat, pergerakan awak kabin, dan sistem untuk memonitor jadwal penerbangan secara terpadu. Rencananya sistem ini akan menggantikan sistem lama mereka yang bekerja secara sendiri-sendiri.
- Implementasi ini adalah sebuah keharusan dalam rangka memperbaiki kenerja perusahaan dan kerjasama yang lebih mendunia dengan masuk ke Global Alliance. Global Alliance adalah aliansi perusahaan penerbangan di seluruh dunia yang saat ini beranggotakan 13 maskapai seperti KLM, Air France, Korea Airlines, Delta Airlines, Aeroflot, Aero Mexico, dan Chinna Southern.
- Teknologi informasi sudah menjadi syarat mutlak sebuah institusi atau perusahaan bisa survive dan terus berkembang. Agaknya sudah suatu hal yang mustahil jika suatu perusahaan besar sekelas Garuda Indonesia, akan mampu bertahan apalagi berkembang jika tidak menggunakan instrument teknologi informasi.
Kita akan mulai dari persiapan implementasi sebuah sistem. Ada beberapa jenis atau cara yang dapat dipakai di dalam proses pergantian sistem informasi lama ke sistem informasi baru. Antara lain dengan :
1. Pararel Run
Implementasi yang dilakukan secara berdampingan, antara sistem informasi yang lama dan sistem informasi yang baru. Sebelumnya sudah dibuat batasan mana yang akan discover oleh sistem lama, dan mana yang mulai ditangani sistem yang baru. Sebagai contoh : Sistem lama hanya mengerjakan data-data lama yang sudah masuk sebelumnya di sistem lama, sedangkan sistem baru akan mengerjakan data-data baru yang masuk pada saat sistem baru di-implementasi. Atau bisa juga semua data dimasukan di sistem baru dan sistem lama sehingga 2 sistem berjalan beriringan, dan dari situ dapat dilihat apakah kinerja sistem baru akan sesuai dengan sistem lama, atau bahkan menjadi lebih baik.
2. Cut Over
Implementasi yang dilakukann secara langsung diambil alih oleh sistem baru. Sehingga posisi sistem lama sudah ‘over’ alias tidak dipakai lagi atau sekedar sebagai backup sistem jika terjadi sesuatu yang bersifat ‘force mayor’
3. Phase In Convertion
Implementasi yang dilakukan secara bertahap untuk penggunaan sistem informasi tersebut. Artinya dari 100% sistem, tidak dilakukan 100% implementasi, tetapi secara bertahap sekian % dulu dijalankan, hingga tahap terakhir dijalankan 100%.
Ke 3(tiga) cara ini tentu memiliki kelebihan dan kelemahan masing-masing. Kelebihan dari Pararel Run adalah sangat aman dan kemungkinan terjadinya failure di sistem baru akan dengan segera sistem lama melakukan backup. Tetapi kelemahan dari cara ini adalah membutuhan resource yang besar dan sangat melelahkan, karena 2 sistem harus berjalan dalam periode tertentu, sampai sistem baru dinyatakan stabil berjalan.
Berbeda lagi dengan cara Cut Over. Disisi resource yang dibutuhkan, tidaklah sebesar Pararel Running. Bisa dikatakan membutuhkan setengahnya saja. Akan tetapi kelemahan dari cara ini adalah resiko kegagalan pada sistem baru, sangatlah tinggi. Karena sistem lama sudah ‘over’. Biasanya cara ini efektif dipakai jika sebuah institusi atau perusahaan sedari awal memang belum memiliki sistem informasi tersebut ( baca: masih menggunakan manual sistem).
Cara terakhir yaitu Phase In Convertion, sepertinya cara yang dipakai oleh Garuda Indonesia pada sistem lama mereka. Seperti yang sudah kita baca di atas (Pendahuluan), Garuda Indonesi memiliki setidaknya 3 sistem yang berbeda dan masing-masing berjalan sendiri-sendiri. Dan kemungkinan saat implementasi dilakukan secara bertahap, pada waktu yang berbeda.
Nah masalahnya adalah cara apa yang Garuda Indonesia lakukan di dalam menerapkan IOCS, yang katanya adalah suatu sistem informasi baru yang terintegrasi.
EVP Corporate Strategi and IT Service Garuda Indonesia, yaitu Elisa Lumbantoruan mengatakan, pihak Garuda Indonesia telah menerapkan sistem baru bernama IOCS sudah sejak lama. Dikatakan sistem baru sudah diterapkan sejak beberapa bulan lalu, namun sistem baru tersebut bukan sebagai sistem utamanya, hanya menjadi sistem yang membackup sistem yang lama. “Jadi dulu itu sistemnya pararel run, sistem lama jadi main system, sedang sistem baru itu backup. Dan itu sudah berjalan berbulan-bulan” demikian kata Elisa. Pada tanggal 18 November 2010 lah, barulah sistem baru IOCS dijadikan main system.
Dan awal implementasi itu terlihat berjalan baik. “Sistem ini meng-cut over, sehingga system baru full berjalan dan system lama dibackup. Namun rupanya sistem baru pada kenyataannya mengalami masalah berat pada hari ke 3 setelah masa cut over tersebut” tegas Elisa. Tanggal 20 November 2010, sistem menunjukan data tidak terupdate. Dan setelah dilakukan audit sistem IT, diketahui ada kabel data center di kantor pusat yang terkelupas. Selain itu saat ada masalah sistem tidak bisa akses yang sempat terjadi pada tanggal sebelumnya yaitu tanggal 19 November 2010, ternyata menyebabkan proses input data terganggu dan berdampak pada delay massal pada Minggu 21 Novembernya. “Ke depan, kita akan input data dengan real time dan otomatis, tidak dengan orang lagi”, demikian Elisa Lumbantoruan saat berbincang dengan detikcom (23 Nov 2010).
Dirjen Hubud Herry Bakti bahkan sempat memerintahkan agar Garuda Indonesia kembali ke sistem lama agar masalah hari itu bisa tertangani. Suatu perintah yang cukup sulit untuk dilaksanakan, karena sistem lama sudah di Cut Over sejak 18 November 2010 lalu.
Berdasarkan dari informasi di atas, maka dapatlah disimpulkan beberapa hal antara lain :
1. Persiapan migrasi sistem lama ke sistem baru yang dilakukan oleh Garuda Indonesia sudah dipersiapkan jauh-jauh hari (dikatakan Elisa, EVP Corporate Strategi and IT Service Garuda Indonesia, “dipersiapan berbulan-bulan”).
2. Ada masa peralihan sistem yaitu menggunakan cara Pararel Run, yaitu sistem lama dan sistem baru berjalan berdampingan. (“Jadi dulu itu sistemnya pararel run, sistem lama jadi main system, sedang sistem baru itu backup. Dan itu sudah berjalan berbulan-bulan” demikian kata Elisa. “Nah Pada tanggal 18 November 2010 lah, barulah sistem baru IOCS dijadikan main system” demikian tegasnya).
Hanya yang menjadi tanda tanya disini adalah apakah pada masa Pararel Run tersebut 2 sistem itu (lama dan baru) memiliki peran yang sudah terbagi-bagi atau salah satu sistem hanya sebagai ‘anak bawang’. Sepertinya dari perkataan Elisa dapat ditarik kesimpulan bahwa mereka tidak menggunakan Pararel Run secara sebenarnya, yaitu dengan membagi peran mana untuk sistem lama dan mana yang mulai discover sistem baru, sehingga pada periode tertentu semua peran diambil alih sistem baru. Atau ke 2 sistem dimasukan data yang sama sehingga 2 sistem jalan berbarengan dan disitu dapat diuji kelaikan sistem baru.
Mereka hanya menginstall sistem baru dan hanya mencoba sample dari data yang ada, sehingga kurang teruji benar kelaikan sistem baru tersebut. Dan itu terbukti pada hari ke 3, terjadilah mimpi buruk itu.
3. Pada bagian lain dijelaskan oleh Elisa bahwa failure yang menimpa mereka adalah karena adanya jaringan utama di kantor mereka mengalami kerusakan pada fisik kabel jaringan (terkelupas), padahal focus mereka kemungkinan hanya berkatut pada kesalahan software (bisa dimaklumi karena saat itu software sistem baru baru benar-benar diuji). Akibat hardware (kabel yang terkelupas) membuat sistem tidak bisa akses. Akibat tidak bisa diakses (sekitar 4 jam) membuat proses input data terganggu dan akhirnya berdampak pada delay massal pada Minggu 21 Novembernya.
Bisa menjadi tambahan pengetahuan buat kita, saat melakukan implementasi atau migrasi sistem baru dari sistem lama, maintenance hardware juga tidak boleh dilupakan. Bahkan juga diberikan waktu lebih dari sekedar maintance harian yang biasa rutin dilakukan. Karena akibat yang timbul ternyata cukup serius dan memukul. Dengan kesiapan infrastruktur jaringan dan infrastruktur hardware, juga akan memperlancar proses implementasi atau migrasi sebuah sistem informasi.
4. Terakhir, kurang dipersiapkannya contigency plan atau rencana cadangan jika ada trouble sistem untuk waktu kritis (waktu yang disepakati bersama jika harus menggunakan planning b atau planning c, misalnya failure sistem lebih dari 4 jam). Rencana cadangan jika perlu harus dipersiapkan juga, seperti menggunakan sistem lama kembali atau hal-hal yang diperlukan jika memang keadaan sistem baru tidak berjalan sesuai rencana atau bahkan macet sama sekali.
Rencana cadangan juga harus disimulasi seiring rencana implementasi rencana utama, agar dapat juga dipelajari perkiraan kerugian yang dapat discover dan dieliminir. Bagaimana jika terpaksa menggunakan rencana cadangan tersebut. Berapa lama itu harus dijalankan. Resource apa saja yang dilibatkan. Estimasi perbaikan sistem baru agar dapat berjalan kembali. Update data dari rencana cadangan ke sistem utama, dan lain sebagainya.

PENUTUP
Ada setidaknya 3 orang yang diklarifikasi tentang ketidaknyamanan pelayanan Garuda Indonesia yang terjadi pada tanggal 19 hingga 25 November 2010, pertama Direktur Utama Garuda : Emirsyah Satar, kedua VP Corporate Communication : Pujobroto, dan yang ketiga, EVP Corporate strategy and IT Service : Elisa Lumbantoruan.
"Mungkin masih ada delay (penundaan) sama pembatalan, tetapi itu kita usahakan diminimalisir sebaik mungkin," kata Emirsyah saat dihubungi Kompas di Jakarta, Senin (22/11/2010). Namun gangguan ini, menurut Emir, tidak berpengaruh terhadap rencana Garuda masuk ke Global Alliance. "Rencana kita tetap jalan seperti sebelumnya, besok kita akan melakukan signing dengan anggota Global Alliance lainnya," ujar Emir. Misi ini sangat penting karena ini merupakan salah satu loncatan menuju kemajuan dan eksistensi Garuda Indonesia itu sendiri.
Pujobroto sendiri pada press realease di garuda-indonesia.com menerbitkan setidaknya 2 surat permohonan maaf dan perkiraan apa saja yang sudah dilakukan dan beberapa hal yang fokusnya adalah bagaimana customer tetap yang diutamakan dan mencoba menerangkan duduk permasalahannya. "Saat ini tim Garuda terus melaksanakan upaya dan langkah-langkah perbaikan, dan diharapkan kegiatan penerbangan dapat berjalan normal kembali sesegera mungkin," ujar juru bicara Garuda, Pujobroto dalam siaran persnya, Senin (22/11/2010).
“Berdasarkan audit IT yang dilakukan ternyata segera diketahui duduk permasalahannya dan kami segera melakukan recovery dan berharap semua kembali normal. Target kami tanggal 25 paling lambat semua sudah kembali normal”. Demikian Elisa menegaskan.
Bagaimana kita menarik pelajaran dari kasus ini ?
Dari kejadian ini banyak pelajaran yang dapat kita tarik. Beberapa hal yang buruk menjadi pengalaman berharga untuk saat-saat pendatang. Beberapa hal yang baik, maksudnya dalam mengelola masalah, dapat dilakukan dengan baik, maka kita dapat belajar bagaimana menangani permasalahan yang ada secara bijak dan arif serta dalam kasus ini mengutamakan complain customer.
Secara umum Garuda Indonesia sudah berusaha sekuat tenaga untuk membuat masalah mereka segera tertangani dengan baik. Tetapi beberapa hal kelemahan dan kelebihan mereka mengelolah masalah ini seperti yang sudah kita baca di bab pembahasan di atas, bisa jadi membuat Garuda Indonesia memiliki pengalaman dan kiat-kiat yang jauh lebih baik lagi, jika suatu saat mereka akan mengalami hal yang sama pada masa-masa pendatang.

Daftar Pustaka :
1. Kompas.com
(http://search.kompas.com/?cx=partner-pub-9012468469771973%3Auc7pie-r3ad&cof=FORID%3A9&ie=ISO-8859-1&q=masalah+sistem+garuda+indonesia+yang+kacau&sa=Search&siteurl=search.kompas.com%252F%253Fcx%253Dpartner-pub-9012468469771973%253Auc7pie-r3ad%2526cof%253DFORID%253A9%2526ie%253DISO-8859-1%2526q%253Dmasalah%252Bsistem%252Bgaruda%252Bindonesia%252Byang%252Bkacau%2526sa%253Dcari#1032 diakses tanggal 1 Desmber 2010
2. Wikipedia.org
(http://id.wikipedia.org/wiki/Garuda_Indonesia)
diakses tanggal 3 Desember 2010
3. Garuda-indonesia.com
(http://www.garuda-indonesia.com/news/category/press-release)
diakses tanggal 2 Desember 2010.
4. Detik.com (http://www.detiknews.com/read/2010/11/23/171643/1500617/10/kronologi-insiden-sistem-baru-garuda-indonesia)
diakses pada tanggal 30 November 2010
http://www.detiknews.com/read/2010/11/23/174405/1500648/10/hindari-kekacauan-berulang-garuda-akan-input-data-real-time-otomatis
diakses pada tanggal 30 November 2010
http://detiknews.com/read/2010/11/23/182207/1500677/10/mau-terbang-eh-sudah-ada-pilot-yang-lain
diakses pada tanggal 30 November 2010

No comments:

Post a Comment